sejarah sastra jawa modren pra sejarah
Sejarah sastra jawa modern pra kemerdekaan
Sastra jawa di dalam masyarakat jawa memiliki peran penting sebagai ilmu pengetahuan untuk mengetahui karya-karya mengenai atau yang menyangkut tentang karya sastra jawa. Di masa ini sastra jawa menjadi hal yang sangat menarik , karena pada saat ini masyarakat jawa telah mengalami berbagai perubahan-perubahan penting sejak permulaan abab ini. Hingga saat ini sastra jawa dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sastra jawa kuna, sastra jawa klasik dan sastra jawa modern. Di jawa abad ke-19 terjadi hubungan-hubungan inteletual dengan bangsa eropa mengakibatkan penulis atau pengarang menuliskan beberapa karya mereka di luar lingkup sejarah tradisional.
Genre barat seperti novel, cerita pendek , esai, atau sajak bebas menjadi karya-karya yang bisa juga di hasilkan para pujangga dengan bahasa jawa. Namun saat itu awal mula genre dari barat datang ke jawa belum dibutuhkan sekali oleh masyarakat jawa. Pada tahun 1832-1843 penulis C.F Winter menulis naskah yang bertujuan untuk menyediakan bahan bacaan yang agak mudah bagi pelajaran bahasa jawa, yaitu versi-versi prosa atas beberapa karya klasik dalam bentuk tembang macapat. Jadi maksudnya itu dlu di dalam jaman karya sastra jawa klasik, karya-karya sastra itu masih berbentuk tembaang-tembang.
Awal-awal sastra modern tumbuh di tokohi oleh ki padmusastra , pengarang terkenal di awal satra jawa modern yang sudah membuat karya-karya sasrta jawa berbentuk prosa. Penulisan nontradisional dari masa itu terutama menghasilkan cerita-cerita fiksi dengan kecenderungan didaktik yang jelas dan kisah-kisah perjalanan yang dimaksud sebagai catatan tentang pengalaman istimewa atau cenderung ke arah jurnalisme. Cerita prosa yang ditulis oleh ki Padmasusastra itu berupa cerita prosa yang semata-mata hanya sebagai hiburan bagi masyarakat jwa, maka cerita-cerita itu belum bisa dikatakan sebagai novel. Novel merupakan karya sastra yang bergenre dari barat.
Namun, pada saat itu tidak semua kalangan masyarakat bebas menulis novel. Karena menulis novel itu harus memiliki banyak syarat seperti penulis novel haru sangat berbakat dan kreatif, penerbit dan pencetak yang memiliki keuangan yang baik, memiliki distributor yng bagus, dan yang paling penting mampu menarik pembaca yang cukup luas yang juga mau menyisihkan uangnya untuk membaca karya sastra tersebut dengan cara membaca. Pada tahun 1911 indonesia memiliki sebuah badan penerbit yang di sebut Balai Pustaka.
Sebuah penerbit itu telah merangsang pengarang terhadap tulisan mereka. Cerita yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi masyarakat serta mengantarkan buku-buku yang dicetak kepada public. Masuknya gendre barat di dalam sastra jawa sejalan dengan pengajaran eropa di dalam masyarakat jawa. Diantara pengarang banyak diantaranya adalah seorang guru. Dan pembaca banyak di antaranya adalah murid yang berpola pokiran seperti pola pikiran yang diajarkan oleh eropa. Semua buku yang dikeluarkan oleh balai pustaka di halaman terakhir diberi nomor seri , tahun terbit, dan jumlah halaman. Pada jaman itu da pengarang yang membuat buku jelas mementingkan ajaran moral dan belum banyak memiliki arti sastra yaitu karya Prawirasudirja. Buku-buku itu belum bisa dikatakan sebhai sastra jawa, karena banyak suluk, suluk yang berisi tentang pembentukkan akhlak, bahkan novel jawa pun umumnya masih berbentuk kecil dan lebih tepat disebut dengan novelet daripada novel.
Pada awal periode berjalannya balai pustaka ada sebuah karangan yang menunjukkan kelemahan balai pustaka yaitu karya Sindupranata. Semua buku-buku itu ditujukan kepada anak sekolah dan masyarakat sederhana, yang harus bersifat mendidik. Maka dari itu tidak mengherankan jika para ahli sastra tidak menganggapnya sebagai karya sastra , namun hanya menganggap buku-buku itu sebagai bacaan. Sedangkan para ahli itu menganggap karya yang berupa karya sastra yang ditulis dengan bentuk tembang macapat. Buku-buku yang di karang oleh Sindupranata ittu sangatlah menarik, karena menunjukkan betapa lamban dan sulit proses berkaryanya dengan genre barat yang berprinsip harusnya dibaca bukan didengar. Kisah-kisah perjalanan dan lukisan-lukisan tentang tempat atau catatan-catatan mengenai peristiwa yang mengesankan kerap kali ditulis dengan pendekatan dan gaya tang bersifat jurnalistik.
Di dalam buku yang seperti ini di dalamnya memiliki unsur yang menonjol, jalur fiksi nya menduduki tempat yang tidak penting. Karya ini semua merupakan bagian dari arus pokok di dalam sastra modern. Dari jenis penulisan seperti itulah yang kelak akan muncul genre khusus yang bercorak esai yang masih popular sampai saat ini. Hal yang sama terjadi pada saduran tradisi lisan dan tertulus yang bersifat sejarah atau pra-sejarah. Tradisi demikian kerap kali hanya bersifat anekdot yang dihubungkan dengan tokoh-tokoh sejarah, barang peninggalan , monument/makan, bisa juga mengambil dari cerita babad. Dalam periode sesudah perang , jenis ini dilanjutkan dalam bentuk kisah sejalah semu popular, yang sering dimuat bersambung di dalam majalah-majalah berbahasa jawa. Tetapi masih terlalu sederhana untuk diterima sebagai novel sejarah. Namun karya ini juga berbentuk esai yang mana beberapa di antaranya memang mempunyai nilai sastra.
Dan dengan terbitnya karangan R.sulardi yang berjudul serat Riyanta mulailah periode baru karya sastra. Ini adalah karya pertama dijaman sastra jawa modern yang tidak dirusakkan oeleh kecenderungan daktik atau ajaran moral, dan yang berisi kisah dengan plot yang benar-benar bagusss, yang dibangun dengan tema yang jelas pula. Karya ini menjadi pandangan lain dari para ahli sastra. Di dalam bukunya yang berjudul mitra musibat , Jayengutara menggungkap bahwa persoalan lama di dalam masyarakat jawa ialah ketagihan vandu dang srgala akibatnya. Perdagangan candu pada zaman colonial merupakan monopoli Negara yang tidak dipatuhi oleh penyelundup professional. Salah satu buku karangan Yaswidagda yang berjudul jarot adalah buku yang telah menjelaskan atau menguraikan tentang dunia penyelundupan candu gelap. Yaswidagda adalah pengarang yang berbakat dan paling produkrif pada tahun 1920. Salah satu karangan Iman Supadi yang berjudul satyawadu menceritakan tentang seorang raja yang memerintah kerajaan swangan , sebuah kerajaan antah-berantah. Buku ini contoh penerapan si penulis pada pembaca yang merupakan suatu usaha menjembatani cerita-cerita babad dan wayang, yang meskipun sudah kuno tetapi tetap digemari dengan cerita fiksi modern. Suratman sutradiarja menulis buku yang berjudul sukaca , yang menceritakan kisah seorang yang tak berguna , tetapi akhirnya mendapat nasib yang sepantasnya. Buku ini adalah contoh buku yang memiliki gaya segar dan tidak dibuat-buat , sifat seperti ini adalah contoh sifat yang tidak serimg kita jumpai di dalam buku periode ini. Namun, buku ini juga belum bisa dikatakan sebagai kasusutraan.
Pda tahun 1925-1930 penulis yang bernama Asmawinangun muncul ke publik. Ia mengarang bukunya dengan tema yang biasa saja, tema yang standard. Tetapi Ia pandai sekali melukiskan suasana dan dialog-dialognya yang hidup, bahanya enak, akhirnya meskipun dengan tema yang standard ia dapat mencekam para pembacanya. Gaya yang sama dikembangkan oleh beberapa penulis pada tahun zaman ini, yang semuanya benar-benar menghasilkan buku yang enak dibaca.dan buku-buku pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah yang terjadi pada zamannya. Misalnya buku tuking kasusahan yang di karang oleh Dwijasasmita
Selama tahun tiga puluhan , perkembangan karya sastra yang mulai dalam periode sebelumnya berjalan terus dan tidak memiliki perubahan yang banyak. Dan masih saja para penulis menggunakan tema-tema yang menjadi perselisihan antara yang tua dan yang muda, karena mereka selalu berprinsip bahwa pemikiran yang tua dan yang muda itu berbeda hingga membuat perselisihan. Ketika mereka menggunakan pandangan yang berbeda yang berasal dari karier , keadaan keluarga, seperti lebih tepatnya keadaan sosial.
Di dalam karya seseorag pada zaman itu tidak semua menggunakan huruf yang baik dan benar seperti sekarang. Dulu yang paling diminati adalah buku yang berhuruf latin. Maka pada zaman itu ketika seorang pengarang menulis cerita di bagian belakang buku di tulis huruf L oleh penerbit. Huruf L itu berarti buku tersebut berbahasa latin. Penggunaan huruf latin , yang pada awalnya digunakan pada buku yang ditujukan untuk anak-anak pada tahun 1918 dan pa buku yang bersifat jurnalistik pada tahun 1919, menjadi lebih umum pada tahun 1925. Bahasa yang digunakan pada buku anak-anak awalnya menggunakan bahasa ngoko. Bahasa ngoko digunakan untuk pembaca yang lebih dewasa. Setelah tahun 1930 gaya seperti itu lama-lama diikuti juga oleh jumlah penulis yang semakin banyak , sehingga setelah tahun 1960 penggunaan bahasa krama di dalam cerita yang berebetuk prosa merupakan perkecualian yang langka. Penyusunan plot masih saja jadi penghambat bagi sebagian penulis. Bacaan yang luas , sebagai syarat untuk mengembangkan gagasan yang di perlukan untuk membangun plot yang memuaskan. Namun, itu adalah jalan yang hanya nisa terbuka bagi mereka yang mampu membaca secara sastra dan memiliki waktu luang yang luas pula.
Fasilitas dari penernit dan distribusi dari balai pustaka adalah factor yang sangat penting dalam perkembangan cerita prosa modern dapat dikatakan seperti itu karena sastra yang sedang tumbuh itu ditopang oleh badan penerbit dari pemerintah pada tahun 1911-1941. Pengelola yang menilai dan menyunting naskah-naskah berfungsi samgat penting untuk para penulis. Pengelola menetapkan patokkan-patokkan tentang yang mana saja yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima baik dari sudut pandang maupun gaya bahasanya. Pada tahun 1929 puisi modern dalam bahasa jawa mulai menampakkan diri. Puisi-puisi dari permulaan periodeini masih sering menggunakan bahsa kawi, yang gayanya agak bombastis dan pola-pola bentuk yang digunakan masih kaku keras.
Sastra jawa itu merupakan karya seni yang menggunkan bahasa sebagai medianya, khususnya bahasa jawa. Sastra jawa memiliki seni yang beragam. Disini akan di bahas seni sastra jawa yang berupa tulisan. Sejarah sastra jawa modern pra kemerdekaan. Sastra jawa yang berupa tulisan itu seperti novel , cerita pendek(cerkak), buku pendidikan, naskah-naskah dll yang semua itu disusun menggunakan bahasa jawa. Di dalam sastra jawa modern ini sudah berbeda dengan sastra jawa yang dahulu. Sastra jawa kuno masih bersifat kedewaan dan istana sentris , sastra jawa klasih masih istana sentris tetapi tidak kedewaan lagi, sementara sastra jawa modern ini sudah tidah bersinggungan dengan yang namanya istana sentris kedewaan. Mungkin sastra modern bisa dikatakan sastra yang hasil karangan para penulisnya berupa cerita-cerita yang fiksi maupun nyata yang bersinggungan dengan kehidupan ini. Mungkin juga bisa dikatakan bersinggungan dengan dunia sosial kehidupan bermasyarakat. Sastra jawa modern lebih mengarah ke hal-hal yang dikenal di zaman ini.
Sastra jawa modern memang lebih mudah dipahami dari segi bahasanya, alurnya dll. jika orang yang hidup dijaman modern disuruh membaca sastra jawa kuno mungkin akan sulit. Jika ketika seorang penulis akan membuat sebuah karya tidak pada jamannya, maka bisa dipastikan karyanya itu susah untuk di mengerti oleh pembacanya. Pada jaman ini seorang pengarang masih susah untk membuat karya. Minat pembaca pada era ini masih kurang, dikemukakan pada buku JJ RAS bahwa pada era pra kemerdekaan mungkin sudah banyak karya-karya fiksi yang bermunculan, namun ternyata mereka ketika diberi cerita tentang wayang meskipun ceritanya kurang menarik mereka tetap senang membacanya.
Pada masa pra kemerdekan, karya sastra sudah banyak bermunculan. Pengarang-pengarangnya pun juga banyak dan berbakat. Namun, pada jaman itu seperti yg sudah di ceritakan di atas bahwa untuk menyebut karya seorang pengarang disebut sastra itu susah sekali. Tapi para pengarang pasti akan tetap mengarang, tidak seperti pada jaman abad ke 20 ini sekali ditolak penerbit , para penulis tidak melanjutkan menulisnya karena sudah putus asa. Sastra jawa modern yang disukai untuk dibaca adalah novel. Novel sangat digemari dari dulu hingga saat ini, sastra jwa modern sebenarnya terdapat juga sastra lisan. Namun, yang paling banyak dihasilkan itu berbentuk sastra tulisan. Di jaman sastra jawa modern ini pengarang yang paling terkenal ialah Ki Padmasusastra. Ki Padmasusastra memiliki julukkan “wong mardika kang marsudi kasustraan jawa”. Satra jawa modern terus berkembang hingga saat ini. Sastra jawa modern memang lebih mengusai dunia karya sastra, daripada sastra yang lain.
Pada saat seorang pengarang menulis karyanya pada masa sastra jawa modern tidak terlalu memikirkan tema yang digarapnya. Karena pada saat itu menurut saya penulis itu menulis apa yang ada dipirannya tidak memikirkan tema yang pas dengan apa yang sedang disukai atau boming di kalangan masyarakat. Pada masa sastra jawa modern pra kemerdekaan ada saluran penting penerbitan karya sastra sebelum perang ialah majalah Panyebar Semangat. Majalah itu terbit mingguan ddi Surabaya mulai tahun 1933. Pada masa itu majalah Panyebar Semangat menjadi majalah yang independen berbahasa jawa yang paling berpengaruh dalam tahun-yahun sebelum perang dunia II. Karya sastra yang muncul bersamaan dengan majalah itu mayoritas bersifat nasionalisme, serta nama pengarangnya di samarkan. Selain nasionalisme, tema untuk karya adalah humor dan sosial.
Mutu sastra jawa pada cerita pendek pada masa itu tidaklah tinggi. Namun, sangat disayangkan pada masa pendudukan Jepang penerbitan kejawen dan Panyebar semangat dihentikan. Dan karya yang masih beredar ialah panji pustaka yang diterbitkan oleh Balai pustaka. Mulai tahun 1943 majalah ini terbit dengan lampiran berbahasa jawa dan bahasa sunda. Terdapat 2 tokoh yang menjadi pelopor penulis cerita pendek dari masa sesudah perang. Tokoh itu adalah Purwadhi Atmadiharja dan Subagya Ilham Natadijaya. Satra jawa modern banyak pengarang yang menulis karangannya dari berbagai keadaan. Pada jaman satra jawa modern semua penulis bisa menjadi seorang tokoh yang berjasa untuk masyarakat. Apapun yang mereka tulis pasti dibaca oleh masyarakat dan semua orang pasti tau siapa pengarangnya. Berbeda pada jaman 2000an, yang susah seakli untuk menjadi seorang penulis yang terkenal. Orang yang suka menulis dan menerbitkan karyanya, belum tenteu masyarakat mengetahui siapa pengarangnya. Orang pada jaman sastra jawa modern sebelum kemerdekaan diberi buku apa saja pasti mereka membacanya entah itu ceritanya tidak enak, temanya tidak menarik, tetapi mereka tetap mau dan mampu membacanya. Pada tahun 2000.an , orang melihat buku saja kadang tidak mau. Ketika melihat buku yang dilihat judulnya menarik atau tidak. Jika tidak menarik buku itu tidak akan dibaca. Makanya pada tahun 2000an masyarakat jarang sekali mengenal siapa pengarang-pengarang yang terkenal. Kadang mereka membaca buku , tetapi tidak tau siapa yang menulis. Pada era sastra jawa modern sebelum kemerdekaan , karya mereka sulit sekali untuk disebut sastra. Namun mereka sudah memiliki pembaca yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
JJ.Ras. 1985. Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir . Jakarta : PT Grafitipers
http://aloysiusindratmo.blogspot.co.id/2010/02/dunia-sastra-jawa.html?m=1
Sastra jawa di dalam masyarakat jawa memiliki peran penting sebagai ilmu pengetahuan untuk mengetahui karya-karya mengenai atau yang menyangkut tentang karya sastra jawa. Di masa ini sastra jawa menjadi hal yang sangat menarik , karena pada saat ini masyarakat jawa telah mengalami berbagai perubahan-perubahan penting sejak permulaan abab ini. Hingga saat ini sastra jawa dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sastra jawa kuna, sastra jawa klasik dan sastra jawa modern. Di jawa abad ke-19 terjadi hubungan-hubungan inteletual dengan bangsa eropa mengakibatkan penulis atau pengarang menuliskan beberapa karya mereka di luar lingkup sejarah tradisional.
Genre barat seperti novel, cerita pendek , esai, atau sajak bebas menjadi karya-karya yang bisa juga di hasilkan para pujangga dengan bahasa jawa. Namun saat itu awal mula genre dari barat datang ke jawa belum dibutuhkan sekali oleh masyarakat jawa. Pada tahun 1832-1843 penulis C.F Winter menulis naskah yang bertujuan untuk menyediakan bahan bacaan yang agak mudah bagi pelajaran bahasa jawa, yaitu versi-versi prosa atas beberapa karya klasik dalam bentuk tembang macapat. Jadi maksudnya itu dlu di dalam jaman karya sastra jawa klasik, karya-karya sastra itu masih berbentuk tembaang-tembang.
Awal-awal sastra modern tumbuh di tokohi oleh ki padmusastra , pengarang terkenal di awal satra jawa modern yang sudah membuat karya-karya sasrta jawa berbentuk prosa. Penulisan nontradisional dari masa itu terutama menghasilkan cerita-cerita fiksi dengan kecenderungan didaktik yang jelas dan kisah-kisah perjalanan yang dimaksud sebagai catatan tentang pengalaman istimewa atau cenderung ke arah jurnalisme. Cerita prosa yang ditulis oleh ki Padmasusastra itu berupa cerita prosa yang semata-mata hanya sebagai hiburan bagi masyarakat jwa, maka cerita-cerita itu belum bisa dikatakan sebagai novel. Novel merupakan karya sastra yang bergenre dari barat.
Namun, pada saat itu tidak semua kalangan masyarakat bebas menulis novel. Karena menulis novel itu harus memiliki banyak syarat seperti penulis novel haru sangat berbakat dan kreatif, penerbit dan pencetak yang memiliki keuangan yang baik, memiliki distributor yng bagus, dan yang paling penting mampu menarik pembaca yang cukup luas yang juga mau menyisihkan uangnya untuk membaca karya sastra tersebut dengan cara membaca. Pada tahun 1911 indonesia memiliki sebuah badan penerbit yang di sebut Balai Pustaka.
Sebuah penerbit itu telah merangsang pengarang terhadap tulisan mereka. Cerita yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi masyarakat serta mengantarkan buku-buku yang dicetak kepada public. Masuknya gendre barat di dalam sastra jawa sejalan dengan pengajaran eropa di dalam masyarakat jawa. Diantara pengarang banyak diantaranya adalah seorang guru. Dan pembaca banyak di antaranya adalah murid yang berpola pokiran seperti pola pikiran yang diajarkan oleh eropa. Semua buku yang dikeluarkan oleh balai pustaka di halaman terakhir diberi nomor seri , tahun terbit, dan jumlah halaman. Pada jaman itu da pengarang yang membuat buku jelas mementingkan ajaran moral dan belum banyak memiliki arti sastra yaitu karya Prawirasudirja. Buku-buku itu belum bisa dikatakan sebhai sastra jawa, karena banyak suluk, suluk yang berisi tentang pembentukkan akhlak, bahkan novel jawa pun umumnya masih berbentuk kecil dan lebih tepat disebut dengan novelet daripada novel.
Pada awal periode berjalannya balai pustaka ada sebuah karangan yang menunjukkan kelemahan balai pustaka yaitu karya Sindupranata. Semua buku-buku itu ditujukan kepada anak sekolah dan masyarakat sederhana, yang harus bersifat mendidik. Maka dari itu tidak mengherankan jika para ahli sastra tidak menganggapnya sebagai karya sastra , namun hanya menganggap buku-buku itu sebagai bacaan. Sedangkan para ahli itu menganggap karya yang berupa karya sastra yang ditulis dengan bentuk tembang macapat. Buku-buku yang di karang oleh Sindupranata ittu sangatlah menarik, karena menunjukkan betapa lamban dan sulit proses berkaryanya dengan genre barat yang berprinsip harusnya dibaca bukan didengar. Kisah-kisah perjalanan dan lukisan-lukisan tentang tempat atau catatan-catatan mengenai peristiwa yang mengesankan kerap kali ditulis dengan pendekatan dan gaya tang bersifat jurnalistik.
Di dalam buku yang seperti ini di dalamnya memiliki unsur yang menonjol, jalur fiksi nya menduduki tempat yang tidak penting. Karya ini semua merupakan bagian dari arus pokok di dalam sastra modern. Dari jenis penulisan seperti itulah yang kelak akan muncul genre khusus yang bercorak esai yang masih popular sampai saat ini. Hal yang sama terjadi pada saduran tradisi lisan dan tertulus yang bersifat sejarah atau pra-sejarah. Tradisi demikian kerap kali hanya bersifat anekdot yang dihubungkan dengan tokoh-tokoh sejarah, barang peninggalan , monument/makan, bisa juga mengambil dari cerita babad. Dalam periode sesudah perang , jenis ini dilanjutkan dalam bentuk kisah sejalah semu popular, yang sering dimuat bersambung di dalam majalah-majalah berbahasa jawa. Tetapi masih terlalu sederhana untuk diterima sebagai novel sejarah. Namun karya ini juga berbentuk esai yang mana beberapa di antaranya memang mempunyai nilai sastra.
Dan dengan terbitnya karangan R.sulardi yang berjudul serat Riyanta mulailah periode baru karya sastra. Ini adalah karya pertama dijaman sastra jawa modern yang tidak dirusakkan oeleh kecenderungan daktik atau ajaran moral, dan yang berisi kisah dengan plot yang benar-benar bagusss, yang dibangun dengan tema yang jelas pula. Karya ini menjadi pandangan lain dari para ahli sastra. Di dalam bukunya yang berjudul mitra musibat , Jayengutara menggungkap bahwa persoalan lama di dalam masyarakat jawa ialah ketagihan vandu dang srgala akibatnya. Perdagangan candu pada zaman colonial merupakan monopoli Negara yang tidak dipatuhi oleh penyelundup professional. Salah satu buku karangan Yaswidagda yang berjudul jarot adalah buku yang telah menjelaskan atau menguraikan tentang dunia penyelundupan candu gelap. Yaswidagda adalah pengarang yang berbakat dan paling produkrif pada tahun 1920. Salah satu karangan Iman Supadi yang berjudul satyawadu menceritakan tentang seorang raja yang memerintah kerajaan swangan , sebuah kerajaan antah-berantah. Buku ini contoh penerapan si penulis pada pembaca yang merupakan suatu usaha menjembatani cerita-cerita babad dan wayang, yang meskipun sudah kuno tetapi tetap digemari dengan cerita fiksi modern. Suratman sutradiarja menulis buku yang berjudul sukaca , yang menceritakan kisah seorang yang tak berguna , tetapi akhirnya mendapat nasib yang sepantasnya. Buku ini adalah contoh buku yang memiliki gaya segar dan tidak dibuat-buat , sifat seperti ini adalah contoh sifat yang tidak serimg kita jumpai di dalam buku periode ini. Namun, buku ini juga belum bisa dikatakan sebagai kasusutraan.
Pda tahun 1925-1930 penulis yang bernama Asmawinangun muncul ke publik. Ia mengarang bukunya dengan tema yang biasa saja, tema yang standard. Tetapi Ia pandai sekali melukiskan suasana dan dialog-dialognya yang hidup, bahanya enak, akhirnya meskipun dengan tema yang standard ia dapat mencekam para pembacanya. Gaya yang sama dikembangkan oleh beberapa penulis pada tahun zaman ini, yang semuanya benar-benar menghasilkan buku yang enak dibaca.dan buku-buku pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah yang terjadi pada zamannya. Misalnya buku tuking kasusahan yang di karang oleh Dwijasasmita
Selama tahun tiga puluhan , perkembangan karya sastra yang mulai dalam periode sebelumnya berjalan terus dan tidak memiliki perubahan yang banyak. Dan masih saja para penulis menggunakan tema-tema yang menjadi perselisihan antara yang tua dan yang muda, karena mereka selalu berprinsip bahwa pemikiran yang tua dan yang muda itu berbeda hingga membuat perselisihan. Ketika mereka menggunakan pandangan yang berbeda yang berasal dari karier , keadaan keluarga, seperti lebih tepatnya keadaan sosial.
Di dalam karya seseorag pada zaman itu tidak semua menggunakan huruf yang baik dan benar seperti sekarang. Dulu yang paling diminati adalah buku yang berhuruf latin. Maka pada zaman itu ketika seorang pengarang menulis cerita di bagian belakang buku di tulis huruf L oleh penerbit. Huruf L itu berarti buku tersebut berbahasa latin. Penggunaan huruf latin , yang pada awalnya digunakan pada buku yang ditujukan untuk anak-anak pada tahun 1918 dan pa buku yang bersifat jurnalistik pada tahun 1919, menjadi lebih umum pada tahun 1925. Bahasa yang digunakan pada buku anak-anak awalnya menggunakan bahasa ngoko. Bahasa ngoko digunakan untuk pembaca yang lebih dewasa. Setelah tahun 1930 gaya seperti itu lama-lama diikuti juga oleh jumlah penulis yang semakin banyak , sehingga setelah tahun 1960 penggunaan bahasa krama di dalam cerita yang berebetuk prosa merupakan perkecualian yang langka. Penyusunan plot masih saja jadi penghambat bagi sebagian penulis. Bacaan yang luas , sebagai syarat untuk mengembangkan gagasan yang di perlukan untuk membangun plot yang memuaskan. Namun, itu adalah jalan yang hanya nisa terbuka bagi mereka yang mampu membaca secara sastra dan memiliki waktu luang yang luas pula.
Fasilitas dari penernit dan distribusi dari balai pustaka adalah factor yang sangat penting dalam perkembangan cerita prosa modern dapat dikatakan seperti itu karena sastra yang sedang tumbuh itu ditopang oleh badan penerbit dari pemerintah pada tahun 1911-1941. Pengelola yang menilai dan menyunting naskah-naskah berfungsi samgat penting untuk para penulis. Pengelola menetapkan patokkan-patokkan tentang yang mana saja yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima baik dari sudut pandang maupun gaya bahasanya. Pada tahun 1929 puisi modern dalam bahasa jawa mulai menampakkan diri. Puisi-puisi dari permulaan periodeini masih sering menggunakan bahsa kawi, yang gayanya agak bombastis dan pola-pola bentuk yang digunakan masih kaku keras.
Sastra jawa itu merupakan karya seni yang menggunkan bahasa sebagai medianya, khususnya bahasa jawa. Sastra jawa memiliki seni yang beragam. Disini akan di bahas seni sastra jawa yang berupa tulisan. Sejarah sastra jawa modern pra kemerdekaan. Sastra jawa yang berupa tulisan itu seperti novel , cerita pendek(cerkak), buku pendidikan, naskah-naskah dll yang semua itu disusun menggunakan bahasa jawa. Di dalam sastra jawa modern ini sudah berbeda dengan sastra jawa yang dahulu. Sastra jawa kuno masih bersifat kedewaan dan istana sentris , sastra jawa klasih masih istana sentris tetapi tidak kedewaan lagi, sementara sastra jawa modern ini sudah tidah bersinggungan dengan yang namanya istana sentris kedewaan. Mungkin sastra modern bisa dikatakan sastra yang hasil karangan para penulisnya berupa cerita-cerita yang fiksi maupun nyata yang bersinggungan dengan kehidupan ini. Mungkin juga bisa dikatakan bersinggungan dengan dunia sosial kehidupan bermasyarakat. Sastra jawa modern lebih mengarah ke hal-hal yang dikenal di zaman ini.
Sastra jawa modern memang lebih mudah dipahami dari segi bahasanya, alurnya dll. jika orang yang hidup dijaman modern disuruh membaca sastra jawa kuno mungkin akan sulit. Jika ketika seorang penulis akan membuat sebuah karya tidak pada jamannya, maka bisa dipastikan karyanya itu susah untuk di mengerti oleh pembacanya. Pada jaman ini seorang pengarang masih susah untk membuat karya. Minat pembaca pada era ini masih kurang, dikemukakan pada buku JJ RAS bahwa pada era pra kemerdekaan mungkin sudah banyak karya-karya fiksi yang bermunculan, namun ternyata mereka ketika diberi cerita tentang wayang meskipun ceritanya kurang menarik mereka tetap senang membacanya.
Pada masa pra kemerdekan, karya sastra sudah banyak bermunculan. Pengarang-pengarangnya pun juga banyak dan berbakat. Namun, pada jaman itu seperti yg sudah di ceritakan di atas bahwa untuk menyebut karya seorang pengarang disebut sastra itu susah sekali. Tapi para pengarang pasti akan tetap mengarang, tidak seperti pada jaman abad ke 20 ini sekali ditolak penerbit , para penulis tidak melanjutkan menulisnya karena sudah putus asa. Sastra jawa modern yang disukai untuk dibaca adalah novel. Novel sangat digemari dari dulu hingga saat ini, sastra jwa modern sebenarnya terdapat juga sastra lisan. Namun, yang paling banyak dihasilkan itu berbentuk sastra tulisan. Di jaman sastra jawa modern ini pengarang yang paling terkenal ialah Ki Padmasusastra. Ki Padmasusastra memiliki julukkan “wong mardika kang marsudi kasustraan jawa”. Satra jawa modern terus berkembang hingga saat ini. Sastra jawa modern memang lebih mengusai dunia karya sastra, daripada sastra yang lain.
Pada saat seorang pengarang menulis karyanya pada masa sastra jawa modern tidak terlalu memikirkan tema yang digarapnya. Karena pada saat itu menurut saya penulis itu menulis apa yang ada dipirannya tidak memikirkan tema yang pas dengan apa yang sedang disukai atau boming di kalangan masyarakat. Pada masa sastra jawa modern pra kemerdekaan ada saluran penting penerbitan karya sastra sebelum perang ialah majalah Panyebar Semangat. Majalah itu terbit mingguan ddi Surabaya mulai tahun 1933. Pada masa itu majalah Panyebar Semangat menjadi majalah yang independen berbahasa jawa yang paling berpengaruh dalam tahun-yahun sebelum perang dunia II. Karya sastra yang muncul bersamaan dengan majalah itu mayoritas bersifat nasionalisme, serta nama pengarangnya di samarkan. Selain nasionalisme, tema untuk karya adalah humor dan sosial.
Mutu sastra jawa pada cerita pendek pada masa itu tidaklah tinggi. Namun, sangat disayangkan pada masa pendudukan Jepang penerbitan kejawen dan Panyebar semangat dihentikan. Dan karya yang masih beredar ialah panji pustaka yang diterbitkan oleh Balai pustaka. Mulai tahun 1943 majalah ini terbit dengan lampiran berbahasa jawa dan bahasa sunda. Terdapat 2 tokoh yang menjadi pelopor penulis cerita pendek dari masa sesudah perang. Tokoh itu adalah Purwadhi Atmadiharja dan Subagya Ilham Natadijaya. Satra jawa modern banyak pengarang yang menulis karangannya dari berbagai keadaan. Pada jaman satra jawa modern semua penulis bisa menjadi seorang tokoh yang berjasa untuk masyarakat. Apapun yang mereka tulis pasti dibaca oleh masyarakat dan semua orang pasti tau siapa pengarangnya. Berbeda pada jaman 2000an, yang susah seakli untuk menjadi seorang penulis yang terkenal. Orang yang suka menulis dan menerbitkan karyanya, belum tenteu masyarakat mengetahui siapa pengarangnya. Orang pada jaman sastra jawa modern sebelum kemerdekaan diberi buku apa saja pasti mereka membacanya entah itu ceritanya tidak enak, temanya tidak menarik, tetapi mereka tetap mau dan mampu membacanya. Pada tahun 2000.an , orang melihat buku saja kadang tidak mau. Ketika melihat buku yang dilihat judulnya menarik atau tidak. Jika tidak menarik buku itu tidak akan dibaca. Makanya pada tahun 2000an masyarakat jarang sekali mengenal siapa pengarang-pengarang yang terkenal. Kadang mereka membaca buku , tetapi tidak tau siapa yang menulis. Pada era sastra jawa modern sebelum kemerdekaan , karya mereka sulit sekali untuk disebut sastra. Namun mereka sudah memiliki pembaca yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
JJ.Ras. 1985. Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir . Jakarta : PT Grafitipers
http://aloysiusindratmo.blogspot.co.id/2010/02/dunia-sastra-jawa.html?m=1
Penulisan teks tidak sesuai dengan tata penulisan, nama orang tidak diawali huruf kapital, penulisan tidak rata kanan kiri. (Ari Fitrianingrum)
BalasHapusPenulisan teks tidak sesuai dengan tata penulisan, nama orang tidak diawali huruf kapital, penulisan tidak rata kanan kiri. (Ari Fitrianingrum)
BalasHapusPada penulisan tahun sebaiknya dengan strip, seperti contoh 2000-an bukan 2000.an (Desy febrianti chasanah)
BalasHapus