SASTRA JAWA MODERN PRAKEMERDEKAAN
A.Sastra
di dalam masyarakat Jawa
Dalam buku yang berjudul Bungai Rampai Sastra Jawa Mutakhir karya dari J.J Ras, kenyataannya sastra telah diakui oleh para ahli sosiologi yaitu sebagai sumber
informasi mengenai tingkah laku, nilai-nilai, dan cita-cita. Sastra sebagai
sumber informasi maksudnya dalam kehidupan sehari-hari sarana informasi itu
sangat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Sastra sebagai tingkah
laku berarti dalam perilaku masyarakat Jawa dulu ada sangkut pautnya dalam isi
sastra atau bisa saja dalam pembuatan karya sastra meniru tingkah laku
masyarakat atau bisa jadi masyarakat mengikuti tingkah laku dari suatu karya
sastra. Sastra sebagai nilai dalam hal ini isi suatu karya sastra didalam
isinya terdapat suatu nilai-nilai yang mendalam atau bahkan nilai-nilai yang
sangat positif mungkin bisa saja kita tiru dikehidupan sehari-hari. Prinsip ini
tak hanya ditujukan untuk masyarakat jawa, akan tetapi juga bagi
anggota-anggota setiap lapisan, kelompok-kelompok kekeluargaan atau pada
generasi-generasi. Namun dalam penelitian sastra sangat terabaikan mereka hanya
menghasilkan suatu karya sastra saja agar dari hasil sastra tersebut bisa
dikatakan sebuah karya seni. Mereka penelaah sastra tak memperhatikan bahwa
sastra merupakan gejala yang berisi ganda. Mereka sangat mengabaikan lingkungan
sekitar salah satunya adalah para pembaca. Para pembaca sendiri sangat erat
hubungannya dalam sebuah karya sastra, akan tetapi para penelaah tidak
mempertimbangkan akan hal itu.
Pada dasarnya kita tidak akan bisa
memaknai suatu makna sastra apabila kita tidak sepenuhnya memami si pengarang
dan membaca suatu karya sastra. Kita juga tidak dapat menilai suatu karya
sastra dari tahun ke tahun apabila kita tidak ikut memperhatikan masyarakat
yang menjadi aspek masyarakat, apalagi suatu karya sastra di masyarakat Jawa.
Jawa memang sangat terkenal akan rumitnya serta uniknya karena masyarakat jawa
dari tahun ke tahun mengalami perubahan-perubahan yang penting sehingga sangat
menarik dari semua hasil karya-karya sastranya dan juga masyarakat Jawa
memiliki beragam kebudayaan yang menjadi ciri khas pada masyarakat Jawa itu
sendiri.
Dari tahun ke tahun peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat Jawa sangat berpengaruh terhadap sebuah karya sastra.
Banyak sekali peristiwa yang telah berlangsung yaitu penambahan jumlah penduduk
yang sangat pesat sekali, dikarenakan jumlah penduduk yang semakin banyak
membuat para penduduk menjadi lebih mengerti tentang huruf sehingga
bertambahlah jumlah melek huruf dari masyarakat sekitar pada tahun 1900-an.
Karena kedua hal tersebut mengakibat kan adanya perubahan dan
perkembangan-perkembangan yaitu seperti kebangkitan nasional dan lain
sebagainya. Dari perubahan-perubahan itu menyebabkan hilangnya hubungan
masyarakat feodal dan munculnya pengaruh dari negara barat sehingga menimbulkan
genre-genre baru. Karya sastra lisan menjadi karya sastra yang populer karena
bentuknya dapat diikuti secara bebas yang tak terpelajar. Karena perubahan
jumlah penduduk serta kesempatan pendidikan yang diperoleh masyarakat
menjadikan tumbuhnya suatu pendapat bahwa membaca merupakan salah satu kunci
didalam suatu pendidikan serta merupakan jembatan untuk mencari
informasi-informasi, sehingga pada saat itu penulisan suatu karya dikaitkan
dalam pendidikan. Bagi para pengarang sering kali dianggap bahwa hasil karya
mereka bukanlah suatu karya melainkan dianggap sebagai suatu bacaan saja. Pada
dasarnya sastra adalah sastra klasik yang adiluhung yang diciptakan dari
generasi ke generasi terdahulu. Puisi yang sebenarnya digunakan untuk
dinyanyikan dan didengarkan. Serta prosa yang ditulis dengan menggunakan bahasa
Belanda sehingga hanya orang-orang elit saja yang dapat memaknai dari prosa
tersebut. Dahulu sastra-sastra yang bermunculan masih menggunakan bahasa
Belanda jadi hanya orang elitelah yang mengetahui bahasa-bahasa tersebut, namun
setelah kemerdekaan bahasa Belanda digantikan oleh bahasa Indonesia sehingga
mereka membuat karya-karya sastra dengan menggunakan bahasa nasional. Memang
dulu sastra modern disebut-sebut sebagai sastra Indonesia karena menggunakan
bahasa Indonesia, Orang-orang Jawa pun menulis prosa dengan menggunakan bahasa
nasional sehingga muncullah para pendukung sastra Indonesia-Jawa. Keduanya
justru saling mendukung satu sama lain mereka beranggapan bahwa mereka dari
satu daerah memiliki budaya yang sama dan kedudukan sama. Jadi sastra dalam
model yang baru ini ditujukan oleh mereka yang telah mengalami emansipasi,
namun sayangnya hal itu tidak dapat dirasakan oleh mereka yang berasal dari
desa karena kebanyakan masyarakat desa masih tertinggal jauh dari yang namanya
teknologi.
Bentuk-bentuk
sastra lisan pada jaman dahulu adalah seperti kentrung, wayang, ketoprak,
ludruk yang ditampilkan semalam suntuk. Akan tetapi sastra lisan untuk saat ini
sudah jarang sekali ditemukan, ada juga naskah yang dianggap merupakan syarat
mutlak untuk diterima sebagai sastra. Akan tetapi naskah-naskah ini pun
sekarang jarang diketemukan. Karena pada dasarnya bahwa pada jaman dahulu
beranggapan bahwa Ranggawarsita adalah salah satu pujangga penutup pada jaman
itu, namun pendapat itu sebenarnya kurang tepat bila Ranggawarsita dianggap
sebagai pujangga terakhir karena Ranggawarsita adalah pujangga dari kerajaan
sementara pada rakyat biasa ada juga pujangga yang mampu menciptakan
karya-karya sastra misalnya Padmasusastra beliau bukan dari kalangan kerajaan
namun karya sastranya mampu dinikmati dan diterima oleh kalangan umum.
Contohnya adalah karya sastra Rangsang Tuban yang beliau buat. Jadi pada
dasarnya karya-karya sastra jawa tidak berhenti dikalangan Ranggawarsita saja.
Karya
sastra jawa pada jaman itu terbagi menjadi sastra tradisional dan sastra
modern. Dalam sastra tradisional terdapat pada generasi turun temuran atau bisa
dibuat oleh orang-orang dulu dan kemudian diwaryskan oleh generasi-generasi
berikutnya agar sastra tradisional itu tidak hilang termakan oleh jaman. Salah
satu contoh bentuk sastra tradisional ialah tembang macapat. Tembang macapat
itu sendiri dahulunya juga dibuat oleh kalangan-kalangan kerajaan biasanya
didalamnya terdapat sebuah maksud tertentu. Tembang macapat sendiri berupa
nyanyian yang memiliki makna tersendiri bisa saja isi dari tembang macapat
berupa ajaran-ajaran ataupun tingkah laku. Pada tembang macapat tidak dibuat
seenaknya saja tembang macapat memiliki irama dan aturan dalam pembuatannya.
Terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan tembang atau mantra
macapat yaitu guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra. Disitu harus tersusun
secara baik dan benar tidak asal-asalan saja. Mengapa disebut dengan sastra
tradisional karena sastra tradisional masih sangat berhubungan dengan
naskah-naskah kuno. Tak hanya di tembang macapat saja melainkan juga terdapat
wayang, ketoprak dan lain sebagainya. Pada era dahulu pementasan-pementasan
wayang sangat diminati oleh orang-orang jaman dahulu. Dahulu mereka sangat kagum
terhadap pementasan dari seorang dalang karena dalang pada saat itu ialah yang
menjadi sutradara dalam pementasan wayang dan menjadi tokoh yang teramat
penting dari sebuah pementasan drama. Maka wajar saja orang jaman dahulu
menganggap bahwa sosok seorang dalang adalah orang yang hebat. Tak hanya
pementasan wayang saja melainkan juga kentrung/jemblung, kentrung sendiri
hampir mirip pementasannya dengan wayang. Pementasannya dilakukan semalam
suntuk. Pertunjukan sastra semata-mata tak hanya untuk hiburan saja didalamnya
pula terdapat ajaran-ajaran yang secara tidak langsung disampaikan melalui
keahlian dalangnya. Ada juga wayang orang variasi dari wayang kulit namun
dimainkan oleh orang asli. Wayang orang atau ketoprak lebih menggunakan banyak
aksesoris sehingga dari aksesoris itu para penonton bisa mengetahui watak dari para pemain. Ketoprak juga
terkadang menyanyikan tembang-tembang macapat meskipun hanya sebait, ada juga
seorang penari sebagai pelengkap dalam pementasan ketoprak. Namun pada tahun
1938 joget itu dihapus dan lebih condong ke kostum dan aksesoris agar selaras
dengan jalan cerita dari yang dipentaskan. Banyak sekali sastra tradisional
yang terdapat di jawa yaitu ludruk di daerah delta Sungai Brantas atau sekitar daerah di Jawa Timur
acara ini digelar untuk selametan yang dimulai pukul 12.00 sampai pukul 03.00.
Ceritanya pun bervariasi dari periode sebelum Perang Dunia II sampai yang sudah
lenyap. Terdapat juga penari untuk meramaikan acara, setiap pementasanpun
terda[at nasehat-nasehat yang ada didalam jalan ceritanya.
B.
Kebangkitan Sastra Jawa Modern
Kebangkitan sastra jawa modern tak
lepas dari unsur genre sastra barat yang ikut andil dalam karangan sastra jawa
modern. Munculnya sastra Jawa modern sangat erat kaitannya dengan masa-masa
kolonial atau negara-negara barat karena pada saat itu negara Indonesia
terkhususnya di pulau Jawa telah dijajah oleh orang-orang barat sekian lamanya.
Dari situlah muncul para pengarang Jawa untuk menciptakan suatu karya yang sama
atau berkaitan seperti karya-karya dari barat. Sebelum munculnya sastra Jawa
modern berkembang ada juga pujangga yang menciptakan karya-karya sastra namun
para pujangga itu terdapat di sekitar kerajaan atau keraton saja hingga adanya
pendapat bahwa pujangga Ranggawarsita adalah pujangga yang terakhir karena
Ranggawarsita adalah pujangga keturunan keraton. Namun hal itu tidak dibenarkan
sama sekali terbukti dari munculnya karya sastra Ki Padmasusastra yang berhasil
mencuri perhatian para pembaca. Pada saat itu jugaorang-orang elit di Jawa yang
belajar kepada orang-orang barat tak hanya keturunan kerajaan saja sehingga
mereka orang yang bukan keturunan keraton mampu menciptakan karangan-karangan
yang sangat bagus. Karena perubahan jumlah penduduk serta peningkatan melek
huruf yang menjadikan para pujangga modern menciptakan sebuah karya-karya dan
berhasil mencapurnya dengan genre barat karena waktu dulu jawa tak hanya
belajar tentang Jawa saja melainkan juga terdapat hubungan intelektual terhadap
bangsa-bangsa Eropa. Karya-karya sastra di era modern seperti novel, cerita pendek, esei, atau sajak bebas
yang memang dimaksud untuk menjadi bacaan para pembaca. Memang perkembangan
karya sastra Jawa dulunya sangat lambat. Kebanyakan karya sastranya berupa
karya sastra tulis. Banyak sekali pujangga-pujangga yang mencoba menghasilkan
suatu karya sastra. Karya sastra modern memang berubah menjadi karya sastra
tulis tidak seperti karya sastra tradisional, dan juga karena salah satu
pengaruh dari barat perubahan itu pun muncul dengan banyaknya para pujangga-pujangga
yang mampu menghasilkan karya-karya sastra terlebih lagi difasilitasi dengan
adanya Balai Pustaka atau penerbitan pada saat itu, walau hanya sederhana
tetapi karya-karya pengarang bisa diterbitkan dan menjadi bacaan-bacaan
masyarakata. Penerbitannya pun masih sangat sederhana dengan kertas-kertas atau
buku-buku kecil. Para pembaca pun bisa menikmati karya dari mereka meskipun
banyak sekali tentangan-tentangan dari kaum feodal yang beranggapan akan
menghilangkan budaya Jawa tradisional namun dengan sendirinya anggapan itu
lama-kelamaan ditepis. Kedudukan kantor Balai Pustaka sangat berperan penting
karya-karya pengarang harus mengalami proses percetakan terlebih dahulu agar
bisa tersebar dan dapat dinikmati para pembaca. Balai Pustaka pada saat itu
memang satu-satunya kantor penerbitan yang dapat menerbitkan karya sastra
tulis.
Kantor
Balai Pustaka terletak di Surakarta yang dahulu diberi nama Kantoor voor
Volkslecture. Pada awalnya kantor tersebut menyediakan berbagai kebutuhan
sekolah dimulai pada tahun 1911, untuk memberikan gambaran tentang perkembangan
penulisan. Namun tak hanya Balai Pustaka ada juga kantor penerbitan Panyebar
semangat yang telah berhasil menerbitkan novel pada saat itu. Berkatnya karya sastra tulis akhirnya bisa diterima
oleh masyarakat. Karya sastra modern ini sering dikenal sebagai gagrag anyar
atau sastra gaya baru. Karena pada saat itu karya sastra Jawa berupa
tulisan-tulisan atau selebaran saja melihat hal itu lama-kelamaan timbul suatu
ide untuk membuat suatu novel. Tokoh yang menjadi pelopor bangkitnya sastra Jawa modern ialah Ki Padmasusastra yang pada saat itu tidak lagi menerbitkan
tembang-tembang melainkan dalam bentuk prosa ataupun surat-surat kabar. Adapula salah satu karya sastra Jawa modern
yang berbentuk prosa dimaksud agar mempermudah untuk membacanya. Prosa yang
terkenal dan kala itu sudah menjadi cetakan adalah Cariyos Nagari Walandi
karangan dari Rd.Abdullah Ibnu Sabar bin Arkebah yang berisi tentang perjalanan
menuju negara Belanda. Karya sastra di era Jawa modern ini memang sangat
beragam tak hanya berisi tentang pesan dan moral saja melainkan juga pengalaman
perjalanan seseorang yang diceritakan dengan runtut terkadang juga diceritakan
dengan apa yang sudah terjadi jadi benar-benar suatu perjalanan. Misalnya karya
sastra yang berjudul Ngulandara yang menceritakan suatu perjalanan anak orang
penting namun ia rela manjalankan hidupnya dengan mengembara dan memyamar
menjadi orang biasa saja dengan rela menjadi seorang sopir dan menjadi penjaga
kuda. Dituliskan dengan perjuangan dalam perjalanan dimaksudkan sebagai bacaan
saja tak hanya kisah perjalanan saja ataupun hanya membahas tentang cerita saja
melainkan juga yang menceritakan apa yang ada pada kehidupan sehari-hari dan
itu memang benar-benar terjadi dalam kehidupan masyarakat salah satu contoh
karya sastranya ialah Surya Ngalam dan Seca Wardaya kedua karya sastra ini
menggarap persoalan mengenai perkara pengadilan. Karya sastra dari Surya Wijaya
ini bentuknya bermacam-macam dimulai dari karya sastra yang bertema roman
pendidikan hingga ada yang berbentuk prosa ada juga yang masih berbentuk
macapat jadi karyanya masih sangatlah klasik. Ada pula karya sastra klasik yang
beliau karang dengan judul Janda yang Cerdik namun bahasa yang digunakan masih
sangat puitis sehingga harus diperbaiki, ialah Ki Padmasusastra yang
memperbaiki karya sastra itu karena beliaulah tokoh yang sangat berperan
penting dalam bidang pengajaran bahasa Jawa. Semua karya-karyanya dijadikan
contoh oleh para pujangga-pujangga karena karyanya sungguh bermanfaat dan
sangat baik. Ki Padmasusastra menceritakan semua yang ada pada masyarakat Jawa
sedemikian rupa tanpa ada kekurangan
sedikitpu bahkan biografi Ranggawarsito yang menulis beliau. Memang diera
sastra jawa modern Ki Padmasusastra sangat berperan penting dalam munculnya sastra
jawa modern. Terbukti dengan karya-karyanya yang hampir semua diterima oleh
masyarakat meskipun beliau bukan dari kalanga keraton. Berkatnya banyak sekali
para pengarang-pengarang luar keraton yang mempunyai karya-karya sendiri hingga
bisa dipublikasikan dan dinikmati oleh masyarakat Jawa.
Jadi karya sastra modern berupa
novel-novel, puisi serta prosa yang dikarang para sastrawan, memiliki ciri khas
tersendiri. Adapula sebuah karya sastra yang mengasilkan cerita fiksi,
kebanyakan dari mereka menulis sebuah perjalanan-perjalanan atau pengalaman
pribadi. Karya mereka menulis sebuah novel hanya untuk hiburan saja. Namun
novel-novel yang menggunakan bahasa Jawa memang cukup sulit untuk diminati
masyarakat luar karena pembuatan novel cukup memakan banyak uang dan harus
menggunakan penerbitan yang bagus. Sayangnya penerbitan di Jawa pada saat itu
belum mumpuni bahkan harga dari novelpun cukup mahal sehingga hanya orang-orang
tertentulah yang dapat menikmati karya sastra berupa novel. Khususnya hanya
orang-orang yang berpendidikan dan punya hubungan kependidikannya dengan
orang-orang Eropa. Kebanyakan novel dari para sastrawan diajarkan oleh
orang-orang Eropa, jadi mereka yang membuat sebuah novel karena ajaran
orang-orang Eropa dan memang karya sastra tulis di Eropa sangat terkenal maka
dari itu orang-orang jawa yg belajar dengan orang Eropa memberikan sedikit
ilmunya pada mereka untuk menghasilkan sebuah karangan tulis yang bermanfaat.
Balai Pustaka pada saat itu adalah penerbitan yang menjadikan pancingan bagi
para sastrawan untuk menciptakan karya sastra. Ajaran-ajaran dari Eropa sangat
penting sekali terhadap karangan para sastrawan. Banyak sekali buku-buku mini
yang terbit pada saat itu dengan berbagai makna yang berbeda. ada yang hanya
mementingkan ajaran moral dan belum banyak mempunyai arti sastra jadi isi dari
karya sastra itu sendiri berupa ajaran dan tingkah laku bagaimana kita harus
bersikap terhadap sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat jadi sisi dari
hiburan didalam karya sastra itu belum muncul sehingga ada yang berpendapat
bahwa itu bukan suatu karangan sastra melainkan hanya buku untuk mengajar saja,
seperti contoh karya dari Prawirasudirja dengan judul Serat Panutan. Ada juga
yang berbentuk fabel menceritakan karya sastra dengan menceritakan sosok hewan
didalam cerita tersebut. Jadi penulisan karya sastra semata-mata tak hanya
menceritakan perjalanan manusia saja melainkan juga sosok hewan yang memiliki
sikap seperti halnya manusia sehingga dalam unsur-unsur itu tersampaikanlah
amanat-amanat yang ada dalam cerita berupa amanat moral. Buku tersebut tercetak
dalam ukuran mini dan hal itu memang tidak lazim dalam sastra Jawa. Banyak
suluk suci atau suluk yang bertujuan untuk membangun akhlak seseorang. Jadi karangan
sastra Jawa saat itu memang lebih mengutamakan ajaran moral serta akhlak. Semua
buku kecil ini ditunjukan kepada anak sekolah yang digunakan untuk bahan
pendidikan serta karya-karyanya pun harus bersifat mendidik karena ditujukan
pada anak sekolah. Ada yang menganggap bahwa karya-karya itu hanya sebagai
bacaan saja tak ada nilai sastranya karena kebanyakan beranggapan bahwa karya
sastra itu hasil-hasil sastra tertulis tradisional dalam bentuk tembang
macapat. Namun bagi pembaca karya-karya yang kita baca sangat menarik karena
menunjukkan betapa lamban dan sulit
proses berakarnya suatu genre barat. Mereka berpendapat bahwa karya
mereka suatu kebanggaan karena para pengarang mampu membuat karya sastra
seperti orang-orang barat. Karya sastra yang dianggap sangat bagus dalam alur
ceritanya adalah karya sastra dari R.Sulardi yang berbentuk novel ialah yang berjudul Serat
Riyanto inilah novel pertama kali yang dikatakan sempurna tanda ada kecacatan
sedikit pun dengan alur yang pas berisi masalah sosial dikalangan kehidupan
seorang pemuda. Banyak sekali karya sastra yang menceritakan tentang kehidupan
masyarakat misalnya buku Jayengutara, Mitra Musibat yang menceritakan tentang
candu dan penyelundupan candu. Ada juga yang menceritakan tentang cobaan hidup
seorang guru agama yang berjudul Mrojol Selaning Guru. Tema-tema dalam novel
sangatlah menarik-menarik kreatifitas para pengarang sangat bagus. Penulis
terbaik pada kurun waktu 1925-1930 adalah Asmawinangun. Banyak yang beranggapan
bahwa ia pandai dalam melukiskan suasana yang benar-benar terasa hidup serta
dialog-dialognya dan bahasanya yang berhasil membuat para pembaca terpesona
meskipun dalam pemilihan tema ia kurang begitu pandai. Terbukti dengan hasil
karya sastranya yaitu Jejodoan Ingkang Sial. Melihat cerita yang dibuatnya
dinilai sangat bagus ada gaya yang agak serupa dengan novel Asmawinangun dan
semua buku-buku itu memang berhasil, enak dibaca pula dan bercerita tentang
kehidupan yang nyata yang benar-benar terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Selain novel ada pula karya sastra yang berupa cerita pendek dan cerita
bersambung yang diterbitkan oleh majalah Panyebar Semangat. Pada saat itu juga
Panyebar Semangat merupakan majalah yang sangat populer dikalanganitu, majalah
independen yang paling berpengaruh dalam tahun-tahun sebelum Perang Dunia II.
Selain dalam bentuk cerita bersambung ada pula yang berbentuk puisi modern.
Kedudukan dari kantor penerbitan Balai Pustaka serta majalah Panyebar Semangat
sangat berperan penting dalam karya sastra Jawa modern karena semua Karya
sastra Jawa modern kebanyakan berupa bacaan yang didalamnya berisi tentang
ajaran-ajaran ataupun hiburan semata yang dalam perkembangannya harus ditata
sedemikian rapi dan dapat disebarkan sebagai bahan-bahan bacaan ataupun hiburan
semata. Namun manfaat dari berkembangnya sastra Jawa modern ini sangat
mengihudupi bagi para pengarang karena disamping melestarikan budaya serta
menjaga keberagaman budaya. Perkembangan sastra Jawa pun dinilai sangat lamban
disayangkan jika budaya Jawa yang merupakan asli budaya masyarakat jawa harus
hilang ditelan oleh perkembangan Jawa maka dari itulah muncul karya-karya
sastra Jawa modern dan tidak meninggalkan tradisi sastra Jawa tradisional meskipun
sudah tercampur dengan genre sastra barat.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa karya sastra dibedakan menjadi dua yaitu karya sastra
tradisional dan karya sastra modern. Dimana karya sastra tradisional lebih
condong ke lisan dan untuk didengarkan juga sebagai hiburan. Tonggak perjalanan
karya sastra Jawa modern itu berkat adanya pengarang setelah wafatnya pujangga
Ranggawarsita yang bernama Ki Padmasusastra yang bukan dari kalangan kerajaan
ataupun keraton yang menghasilkan karya sastra tulis atau lebih dikenal dengan
gagrag anyar akibat dari campuaran genre barat, sehinnga dari situlah muncul
para pengarang-pengarang dengan spesialis mereka sendiri-sendiri. Meskipun ada
yang bisa dibilang bukan sebuah karya sastra namun hanya mementingkan ajaran
moral saja. Ranggawarita bukanlah pujangga yang terakhir karena masih ada
seorang yang melanjutkan hobi beliau, yang dulunya sebuah karya sastra
tradisional atau klasik yang belum mengerti akan namanya suatu bacaan kini
berubah menjadi lebih modern berkat campur tangan orang Eropa. Juga dengan
difasilitasinya kantor penerbitan yang pertama kali yang membantu para
pengarang untuk menjalankan tugasnya yang menjadikan karya-karya mereka lebih
dikenal dan dibaca hingga saat ini. Tak hanya kantor penerbitan saja melainkan
juga sebuah majalah yang tanpanya karya sastra para pengarang tak bisa kita
baca dan kita nikmati yaitu majalah Panyebar Semangat yang menjadi salah satu
majalah terpopuler dalam kalangan Jawa. Perkembangan karya sastra Jawa modern
pra kemerdekaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Maka sebagai generasi muda
alangkah lebih baiknya kita melestarikan budaya adi luhur kita khususnya
masyarakat Jawa karena budaya Jawa memiliki berbagai kebudayaan-kebudayaan yang
beragam sudah sepantasnya kita jaga dan kita rawat sebaik-baikya. Karena bisa
dibuktikan bahwa karya sastra Jawa itu benar-benar ada dan karya sastranya pun
turunan dari generasi-generasi terdahulu.
Daftar
Pustaka
Ras,
J.J.1985.Bunga Rampai Sastr Jawa Mutakhir
Ratna,Nyoman
Kutha.2005.Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta
Penulisan kata "jawa" seharusnya menggunakan hufuf J kapital.
BalasHapusPenulisan kata "jawa" seharusnya menggunakan hufuf J kapital. (RUMYATI)
BalasHapusPenulisan (di) jika untuk menunjukan tempat diberi spasi (Desy febrianti chasanah)
BalasHapusMasih kurang teliti dalam menulis. Contohnya "sehinnga" seharusnya ditulis "sehingga". (Dini TP)
BalasHapus